首页 > 休闲
Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global
发布日期:2025-05-29 16:55:24
浏览次数:724
Warta Ekonomi,quickq加速器充值 Jakarta -

Pesatnya inovasi teknologi global, yang didorong oleh privatisasi dan meningkatnya rivalitas geopolitik di sektor antariksa, menuntut Indonesia untuk merumuskan strategi nasional yang berorientasi pada kemandirian antariksa. Dalam diskusi publik bertajuk “Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global”yang diselenggarakan oleh Center for International Relations Studies (CIReS), Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI)pada Selasa (27/5), para narasumber dari lintas sektor menyoroti kompleksitas dan urgensi agenda antariksa nasional dalam menghadapi tantangan abad ke-21. Diskusi ini dihadiri oleh kurang lebih 300 peserta, baik dari parlemen, kementerian dan lembaga, militer, asosiasi profesi, dan akademisi, serta media nasional baik secara daring dan luring.

Diskusi publik yang berlangsung di Auditorium Juwono SudarsonoFISIP UI Depok, dibuka oleh Prof. Semiarto Aji Sumiarto, selaku Dekan FISIP Universitas Indonesia, menekankan bahwa kemandirian antariksa bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan strategis untuk memastikan kedaulatan Indonesia di tengah kompetisi antariksa yang makin intensifkemandirian antariksa bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan strategis untuk memastikan kedaulatan Indonesia di tengah kompetisi antariksa yang makin intensif.

Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global

Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global

Diskusi yang dipandu oleh Vahd Nabyl Achmad Mulachela, S.IP., M.A., Plt. Kepala Pusat Strategi Kebijakan Multilateral di Kementerian Luar Negeri RI, diawali dengan paparan kunci oleh Prof. Thomas Djamaluddin, Peneliti Ahli Utama BRIN sekaligus Kepala LAPAN Periode 2014 - 2021, menegaskan bahwa penguasaan teknologi antariksa merupakan syarat mutlak bagi kedaulatan dan daya saing bangsa di masa depan. Indonesia, yang telah merintis perjalanan keantariksaan sejak 1960-an dan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang meluncurkan satelit secara mandiri, kini menghadapi tantangan besar berupa lemahnya tata kelola program antariksa, terbatasnya pendanaan, serta belum solidnya arah kebijakan pasca integrasi LAPAN ke dalam BRIN. Meski telah memperoleh pengakuan internasional—seperti penunjukan PBB sebagai pusat layanan penginderaan jauh kawasan terkait bencana (UNSPIDER)—Indonesia masih tergolong sebagai “new emerging space country” yang berisiko tertinggal jika tidak segera mengakselerasi langkah strategis. Menurutnya, ke depan, teknologi antariksa akan menjadi pilar penting ekonomi global termasuk space economy.

Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global

Sementara itu, Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakimdalam materi tertulisnya menegaskan bahwa ruang antariksa kini merupakan domain strategis yang tak kalah krusial dari wilayah darat, laut, dan udara—dengan implikasi langsung terhadap pertahanan, ekonomi, dan kedaulatan nasional. Di tengah rivalitas global dan meningkatnya militerisasi orbit, Indonesia tak bisa lagi menjadi pengguna pasif. Ia mengusulkan Dewan Penerbangan yang dulu pernah dibentuk melalui PP No. 5 Tahun 1955, untuk diperluas, direvitalisasi, dan dihidupkan kembali menjadi Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional, sebuah dewan lintas sektor yang melibatkan kementerian pertahanan, perhubungan, TNI AU, BRIN, Kemenkomdigi, Kemenlu, BSSN, hingga unsur swasta dan akademisi. “Saatnya berpikir strategis, bertindak terpadu,” tegasnya.

Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global

Dari perspektif Asosiasi Antariksa Indonesia, Anggarini S., M.B.A., menyoroti posisi Indonesia hingga kini yang masih bergantung pada negara lain untuk akses data, teknologi, dan peluncuran satelit. Untuk itu, Indonesia perlu membangun ekosistem antariksa nasional secara utuh—dari manufaktur, roket, hingga data analytics—serta mengejar konstelasi satelit LEO sebagai tulang punggung space economy. Ia juga menyerukan alih teknologi melalui kemitraan internasional, penguatan start-uplokal, dan regulasi yang konsisten antar-lembaga sebagai pondasi menuju Indonesia Emas 2045.

Dr. Dave Laksono, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, menegaskan bahwa Indonesia tak boleh hanya menjadi pasar bagi layanan antariksa asing, melainkan harus membangun kapasitas teknologi, SDM, dan regulasi yang berdaulat. Dave menyebut bahwa DPR RI memandang bahwa antariksa menjadi pilar ketahanan nasional strategis untuk membangun pertahanan yang adaptif dan ketahanan digital yang aman. Sebagai langkah awal, DPR RI telah mendorong RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN)guna memperkuat kedaulatan vertical. Ia menyoroti perlunya kelembagaan yang terintegrasi, peningkatan investasi terhadap R&D, serta kerja sama internasional dan eksplorasi antariksa berkelanjutan yang mendukung kepentingan nasional Indonesia jangka panjang.

Yusuf Suryanto, S.T., M.Sc., Direktur Transmisi, Ketenagalistrikan, Kedirgantaraan, dan Antariksa Kedeputian Bidang Infrastruktur di Kementerian PPN/Bappenas,menekankan bahwa kemandirian antariksa tak bisa dicapai hanya dengan visi teknologi, tetapi memerlukan kerangka pembiayaan yang kuat, kelembagaan adaptif, dan strategi lintas sektor yang konsisten. Meski berada di posisi geografis strategis, investasi antariksa Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga. Dalam kerangka RPJPN 2025–2045, antariksa telah masuk proyek strategis nasional, namun implementasinya menuntut kolaborasi lintas aktor, koordinasi pembangunan yang terpadu, dan keberpihakan fiskal yang nyata. Tanpa itu, Indonesia akan terus tertinggal dalam kompetisi ekonomi antariksa global.

Prof. Dr. Fredy B.L. Tobing, Guru Besar FISIP UImengingatkan bahwa Indonesia tak boleh terjebak dalam status sebagai third-tier country, yakni negara yang memiliki kebijakan dan visi antariksa, namun tak punya kapasitas teknologi dan peluncuran yang nyata. Di tengah maraknya aktor bisnis dan negara besar yang telah membentuk matra militer khusus untuk antariksa, Indonesia harus segera memperjelas agenda settingnasionalnya.Menurutnya, antariksa harus menjadi bagian dari diplomasi luar negeri dan kerja sama internasional Indonesia, khususnya dalam memperkuat norma damai, alih teknologi, dan pemanfaatan antariksa sebagai milik bersama umat manusia.

Sebagai penutup, Asra Virgianita, Ph.D., Wakil Direktur CIReS FISIP UI, menawarkan perspektif yang lebih kritikal yang menggarisbawahi ketimpangan akses dan dominasi negara maju serta korporasi raksasa dalam ekonomi antariksa telah menciptakan bentuk kolonialisme baru dan opresi berlapis, bukan hanya di daratan, namun juga di antariksa. Menurutnya, tanpa intervensi negara yang berpihak pada pembangunan nasional berbasis keadilan dan bermakna bagi seluruh kelompok masyarakat, Indonesia hanya akan menjadi konsumen dan dieksploitasi dalam sistem yang dirancang untuk melanggengkan ketimpangan global. Ia menyuarakan kebijakan antariksa yang reflektif terhadap ketimpangan global, keberpihakan pada Global South dan mendorong kerja sama strategis antara negara-negara Global South.

Sorotan kritis juga datang dari para peserta diskusi yang diantaranya, mempertanyakan kurangnya dukungan politik dari pemerintah dan absennya arah kelembagaan yang jelas, meskipun amanat UU sudah menyebut pembentukan Badan Antariksa sejak 2013. Mereka menyuarakan kekecewaan publik terhadap janji-janji yang tak berlanjut, serta minimnya konsistensi dalam kebijakan anggaran untuk pengembangan sektor antariksa.

Dr. Dave Laksono mengakui bahwa political willpemerintah dan kesadaran publik terhadap pentingnya antariksa memang masih sangat rendah, kalah oleh sektor yang efeknya terasa langsung seperti pendidikan dan kesehatan. Apalagi pengembangan sektor antariksa membutuhkan biaya, teknologi dan risiko tinggi (high cost, high tech, high risk). Hal ini juga disampaikan Arif Nur Hakim, Kepala Pusat Riset Teknologi Roket, BRIN menyampaikan bahwa pembangunan bandar antariksa memiliki risiko yang sangat tinggi dan kapasitas Indonesia saat ini belum sepenuhnya siap.

Hasil diskusi ini menggarisbawahi pentingnya Indonesia untuk segera membangun strategi terpadu dalam mewujudkan kemandirian antariksa. Hal ini dimulai dari penataan kelembagaan, regulasi, investasi, kolaborasi lintas sektor, termasuk perumusan ulang strategi dan roadmapindustri antariksa. Revitalisasi kelembagaan yang pernah berperan signifikan dalam pengembangan teknologi antariksa nasional merevitalisasi struktur kelembagaan yang pernah berperan signifikan dalam pengembangan teknologi antariksa nasional, sudah seharusnya menjadi langkah prioritas.

上一篇:Apakah Minum Air Kelapa Bisa Mengeluarkan Racun dalam Tubuh?
下一篇:Erick Thohir Resmikan Antara Heritage Center, Ikon Wisata Jurnalisme
相关文章